SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1430 H
"Semoga Kita Semua Kembali Fitroh di Bulan Suci"

ANALISA DIRI

Pada hakekatnya Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dibanding yang lain. Manusia memiliki cipta, rasa, dan karsa untuk berpikir secara mandiri di dalam merubah konstruksi pola pikir, sikap, dan tindakan. Manusia mempunyai kebebasan penuh atas dirinya sendiri untuk memilih apa yang dia kehendaki. Kemerdekaan manusia ketika dibenturkan dengan problematika kehidupan yang meniscayakan adanya pola interaksi dengan manusia yang lain dalam satu komunitas, kadang-kadang manusia merasa terpasung dan teralienasi (terasing) akan eksistensi terhadap dirinya (Eksistensialisme Jean Paul Sartre). Sehingga dalam proses perjalanan hidup manusia terkadang lupa akan dirinya, dan akhirnya yang terjadi bukan layaknya sebagai manusia yang seutuhnya, namun yang terjadi adalah proses dehumanisasi (tidak memanusiakan manusia). Proses dehumanisasi tersebut disebabkan karena sempitnya ruang gerak, waktu dan pemahaman akan dirinya untuk mengekspresikan nilai-nilai cipta, rasa, dan karsa. dan juga disebabkan adanya interfensi manusia atau makhluk lain yang menindas dan hegemonik.

Sigmund freud membagi manusia menjadi tiga hal, yaitu id, ego, dan super ego. Freud melihat bahwa pada esensinya manusia cenderung egois, dalam hal ini super ego lebih unggul dari ego dan id. Manusia harus bisa menyeimbangkan antara id, ego, dan super ego, agar tidak terjadi suatu proses individualisme pada diri manusia, tetapi juga peka terhadap realitas di luar dirinya.

Karl Marx mempunyai pandangan berbeda dengan para sosiolog dan psikolog kontemporer yang mengatakan bahwa watak manusia itu tidak ada; bahwa manusia dilahirkan seperti kertas kosong, dimana kebudayaan menuliskan teks di atasnya. Marx melontarkan ide bahwa manusia (Qua Manusia) adalah entitas yang dapat dikenali dan dapat diketahui. Bahwa manusia dapat didefinisikan sebagai manusia, bukan hanya secara biologis, anatomis, dan fisik, tetapi juga secara psikologis. Marx membedakan dua jenis dorongan dan hasrat manusia. Pertama; dorongan yang konstan atau tetap, seperti lapar, nafsu seksual, yang merupakan bagian integral dalam watak manusia dan yang dapat diubah hanya dalam bentuk dan arahnya di berbagai kebudayaan. Kedua; dorongan yang relatif, yang bukan merupakan bagian integral dalam watak manusia yang berasal dari struktur sosial dan kondisi produksi dan komunikasi tertentu. Contoh, kebutuhan yang ditimbulkan oleh struktur masyarakat kapitalis, kebutuhan terhadap uang, mencari keuntungan pribadi, dan banyak contoh lain yang menimbulkan kesenjangan sosial (konsep manusia menurut Marx).

Humanisasi dalam bentuk apapun sebagai mana yang dicita-citakan oleh tokoh pendidikan yang berasal dari Brazil bernama Paulo Freire harus tetap dipertahankan dalam struktur yang piramid. Maka disinilah peran analisa diri dipertaruhkan untuk mengungkap nilai-nilai kemanusiaan dalam diri manusia selama ini terpasung dan terasing. Karena dengan analisa diri kita sebagai manusia akan kembali menemukan bentuk eksistensi kita sebagai manusia yang merdeka dari segala bentuk penindasan dan segala sistem yang membelenggu.

Analisa diri memandang bahwa manusia bukanlah makhluk kosong yang harus diisi dan didoktrin untuk menjadi pengabdi bagi manusia yang lain. Akan tetapi analisa diri menganggap manusia adalah sosok makhluk yang mempunyai hati nurani yang harus diungkapkan dan harus dikembangkan sebagai upaya mempertahankan eksistensinya yang mempunyai akal pikiran. Sebagai calon kader PMII harus mampu mengekspresikan dirinya dan jujur dengan keadaan serta senantiasa membuka diri terhadap fenomena-fenomena yang ada di luar dirinya. Akhirnya atas nama kemanusiaan “Barang siapa ingin menginterfensi kreatifitas manusia yang lain berarti ia ingin menadi Tuhan, padahal tiada Tuhan selain Allah. Kita menghargai sesama, siapapun orangnya, darimanapun asalnya, apapun suku dan rasnya selama bisa menjadi saudara bagi sesamanya” (Syahadat Pembebasan).

0 komentar:

Posting Komentar